Kamis, 12 Januari 2017

Common Generation

Sedang menjadi common issue mengenai generasi Milenial yang kebanyakan memiliki kepribadian yang cukup unik dan tidak mau di samakan dengan common generation yang sebagian besar masih merupakan generasi 90-an. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa generasi 90-an pun ingin menjadi bagian dari generasi Milenial.

Setelah mengamati beberapa saat dengan sampel pengamatan dari angkatan 90-an dan milenium serta golongan yang merasa normal dan unik, maka bisa di simpulkan beberapa kekurangan dan kelebihan diri saya sendiri sebagai makhluk yang tidak mencolok dan tidak mencoba untuk menjadi salah satunya yang mencoba bertahan hidup di tengah masa di mana semua orang ingin menjadi berbeda.

Pertama, saya akan menjelaskan mengapa saya membuat pengamatan seperti ini, pastinya karena saya hidup di tengah tengah kehidupan sosial yang merasa dirinya berbeda namun karena banyaknya yg mencoba menjadi berbeda, justru saya yang menjalani hidup normal versi orang tua jaman dulu lah yang seakan menjadi salah satu pemerannya. Maksudnya? Wanita yang menjalani kehidupan "Normal" seperti saya semakin sedikit, di antara sekian puluh teman wanita saya mungkin terhitung jari berapa banyak yang masih menjalani hidup "Normal" seperti saya.

Kedua, para penganut paham "Being Unique is a brand new Normal" sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka memiliki andil bagi para penganut hidup normal untuk memiliki motto "Being Normal seems Unique these days"

Ketiga, we'll start the advantage and disadvantage being me as a Normal Person (they (red. The Uniques) said).

Minus :
1. Bahasa Inggris sungguh merupakan kesulitan bagi saya dan tidak menjadi bahasa utama dalam kehidupan sehari2 kecuali: Bahasa Inggris Bisnis, Writing and Reading.
2. Memiliki kreatifitas yang terbatas, tidak bisa menggambar, mewarnai or do Tumblr thingy.
3. Tidak memiliki kemampuan untuk bernyanyi dengan proper, dancing profesionally, apalagi bermain alat musik.
4. Didn't Post something edgy and catchy on socmed.
5. Tidak mendengarkan lagu lagu yang anti-mainstream
6. Tidak tertarik untuk membuat makanan makanan yang good looking, kekinian dan keliatan bagus untuk di posting.
7. Tidak bisa mendekor kamar ala Tumblr atau menggambarkan ketertarikan akan sesuatu.
8. Tidak memiliki baju yang serba match atau menganut paham fashion tertentu.
9. Tidak bisa menggunakan make up ala ala tutorial, membaca garis wajah saja tidak bisa.
10. Tidak mengikuti info segala macam upcoming event atau apapun yang sedang happening di dunia barat sana.
11. Tidak hang out di tempat2 paling kece se Ibu Kota biar di bilang keren
12. Tidak tertarik posting how much i spent for something
13. Tidak punya barang barang lucu, imut, unik, keren, dll.

Plus :
1. Saya lebih tertarik mempelajari Bahasa Indonesia yang di alam bawah sadar kita, kita memahami bahwa hal ini memiliki kerumitan tersendiri.
2. Saya lebih tertarik menulis, karena bisa sinkronisasi antara tangan dan pikiran, bisa menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan atau sekedar jadi bahan tertawaan.
3. Mengapa bisa menyanyi, berdansa dan bermain alat musik jadi terdengar penting for the sake you can record and post it on social media. I prefer entertaint people. Bernyanyi untuk menghibur, sounds cheap, uh? Tapi saya tidak merasa begitu. Pengalaman membuktikan. Saya bernyanyi dan berjoget saat karaoke, semua ikut bernyanyi dan berjoget karena mereka menikmati,  dan poinnya adalah mereka tidak "Menilai" saya. Mereka benar benar hanya menikmati.
4. Saya hanya bisa memposting sesuatu yang berarti untuk saya, sekali lagi, tanpa memperhatikan ini berarti atau tidak untuk orang lain. (Jadi, jika kamu menjadi bagian dari apa yg saya posting, simply it means you are mean something to me, sounds good, aight?)
5. Well, it's funny actually. Saat semua orang memutuskan untuk mendengarkan lagu yang anti-mainstream maka ada 2 arti, PERTAMA, saat ada orang lain mengapresiasi apa yg km dengarkan, itu artinya mereka tahu lagu apa yang km dengarkan, which is itu berarti ga lagi anti-mainstream. KEDUA, saat kamu benar benar mendengarkan lagu yang anti-mainstream sehingga tidak ada orang yang tahu apa yang sedang km dengarkan, jadi untuk apa semua orang harus tahu bahwa km itu pendengar lagu anti-mainstream, ini pun bisa memiliki 2 respon, untuk orang2 yang  merasa anti-mainstream, mereka akan mencari tahu lagu apa yang km dengarkan, dan dengan semakin banyaknya orang jenis ini makan resultnya akan kembali ke Point PERTAMA bahwa lagu itu akhirnya akan menjadi mainstream. Respon kedua adalah respon saya si orang normal, saya tidak tertartik untuk memberikan respon apalagi mencari tahu. Saya hanya akan mendengarkan apa yang saya suka dan mencari tahu apa yang saya mau, not based on what people's listening. Dengan adanya kausalitas seperti ini maka para penganut anti-mainstream pun tidak akan tahu lagu apa yang sedang saya dengarkan dan akhirnya jadi terkesan anti-mainstream juga nantinya dan membuat si normal menjadi salah satu dari mereka.
6. Saya bisa masak apapun dengan rasa yang proper, walaupun resep masih harus mencari via internet, penampilan nomer 2, no 1 itu rasa dan no 3 seberapa kamu bisa menginspirasi orang lain dengan menu yang km masak.
7. Bisa membereskan dan membersihkan rumah seperti layaknya Asisten Rumah Tangga dan bisa mempertanggung jawabkan letak barang barang
8. Bisa Mencuci baju dengan bersih dan menggunakan tekhnik, menjemur dengan tekhnik (ya menjemur itu tidak sembarangan, karena jika tidak tersusun dengan benar maka akan menghabiskan tempat dan kering tidak merata) dan menyetrika baju dengan rapi serta menyusunnya dengan kategori di dalam lemari, bisa mengambil baju di lemari tanpa membuat berantakan (kenapa terdengar penting? ini hanya untuk yang paham dengan konsep kerapihan dan well managed aja)
9. At least people won't get confused when seeing me in a real life vs social media karena bentukannya sama aja, dan saya sangat suka sensasi make up yang hanya sesekali jika ada occasional tertentu saat orang2 memberikan respon either memuji atau menghina, at least they sounds real.
10. Mengikuti segala macam pemberitaan kenaikan harga sembako dalam negri dan issue2 seputar ekonomi (bukan politik, politik terlalu kotor untuk diikuti dan di berikan pendapat).
11. Well, i've been there, masa2 nongkrong di tempat2 keren itu sudah berlalu di jamannya social media tidak menjadi media pamer seperti saat ini, karena tidak semua yg saya jalani harus di ketahui orang orang (red. klo ketauan nongkrong di mana aja, wah, bisa di nilai macem macem saya sama orang orang, padahal mereka gatau saya aslinya gimana) dan entah mungkin karena itu klo skrg liat orang2 dengan bangganya posting di lounge, bar, restoran bintang 4 atau restoran di hotel bintang 5 sekalipun tidak membuat saya tertarik, poor them, they spent much money while i got all free before.
12. Sebagai pengalaman pribadi liat orang2 yang dikit2 posting beli ini itu dan menyebutkan nominalnya jadi ada beberapa pertanyaan, mereka punya tabungan brp? itu duitnya dari mana? faedahnya buat orang lain apa? apakah kebagian rejekinya juga? wah klo kebagian sih gpp. Sebut saja saya sirik, saya juga pernah di posisi itu, hanya karena sering posting jalan jalan dengan cost yang lumayan sampai ada yang komentar "kesana bisa, kok umroh ga bisa?" duh, beda mbak mas, lagian situ umroh juga di posting2 emang ga takut ilang pahalanya? dan juga setiap jalan jalan semuanya murni hasil keringet dan tabungan sendiri, yang mereka gatau klo abis jalan jalan saya cuma makan tahu tempe aja, demi nabung untuk jalan lagi, bukan untuk tujuan pamer, hanya ingin lihat dengan mata kepala sendiri keindahan yang suka di omongin orang orang dan akhirnya membagi dan merekomendasikan untuk teman teman yang belum kesana. Kalo kata si suami, duit saya itu duit ghoib, di awal bulan selalu bilang duit cuma cukup buat seminggu, tapi sampe akhir bulan masih bisa makan, isi bensin di tambah nongkrong hampir tiap malem. That's the power of Financial Management and that's more important than showing people how much you spent instead of how much you keep.
13. Sebenernya dulu punya barang barang aneh bin ajaib pas masih jaman kerja dan punya penghasilan sendiri, dan itu (sekali lagi) ga selalu untuk di posting, semua jajanan lucu itu saya nggap reward untuk diri saya sendiri, semacam trophy.

Sepertinya sementara cukup sekian, hal di atas bisa di anggap sebagai pembelaan saya yang tidak bisa mengikuti jaman atau bisa juga di anggap sebagai pengakuan betapa ketinggalan jamannya saya, tetapi bisa juga di jadikan dasar bahwa people with normal life is getting rare nowadays.

And for Closing, i would like to say "See you next 10-20 years ahead Unique People" (IYKWIM)

See you in a real life, mate!

-Yudith P. Munarno, 27 Tahun-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar