Senin, 23 Januari 2017

Disposable Wife

Sedang dalam fase yang serba super-sensitive
Merasa tidak menjadi istri seutuhnya
Mungkin ini semacam pre- baby blues syndrome
Terlalu banyak yang di pikirkan, tidak melulu tentang financial
Tetapi lebih banyak mengenai hidup
Maafkan bundamu nak yang beberapa hari ini tidak menyalurkan kebahagiaan untuk kamu
Beruntung kamu punya ayah yang sayang bunda dan kamu
Hanya saja aura positif dari ayahmu masih belum mampu menembus tebalnya tembok egoku

Mulai malas berkata kata karena yang di dapat kerap tidak nyaman di hati
Tidak mau menyalahkan lawan bicara, mereka hanya memberikan respon dari apa yang saya katakan
Akhirnya hanya bisa membatasi interaksi secara verbal

Merasakan sedih yang teramat sangat dan saya masih mencari tahu penyebabnya
Terlintas pikiran pikiran aneh hingga akhirnya berlabuh ke satu pemikiran mengenai disposable wife
Saya tahu ini hanya efek dari ketidakbahagiaan yang saya rasakan beberapa hari ini
Saya hanya kurang bersyukur
Anehnya saya tidak takut dengan konsep disposable wife yang terlintas, justru saya mempertanyakan mengapa tidak ada yang menerapkan disposable wife agar semua orang bisa bahagia
Ah mungkin yang merasa bahagia dengan konsep gila itu hanya saya

Saya masih terlalu mencintai diri saya sendiri dan saya mau orang orang yang terlalu mencintai dirinya sendiri untuk sadar tetapi tidak dengan diri saya
Apalagi jika bukan ego yang sedang berbicara
Saya hanya sedang agak lelah mencurahkan semua pikiran dan tenaga untuk orang lain
Padahal bukan hanya saya yang mengorbankan hidup untuk ke fase ini
Dia juga sudah mengorbankan hidupnya dan memilih untuk bertanggung jawab atas diri saya

Oh Tuhan kembalikan bahagiaku
Saya sadar saya hanya iri melihat hidup beberapa orang tanpa menyadari bahwa banyak orang yang juga iri dengan kehidupan saya
Maafkan saya

-Yudith P. Munarno, 27 Tahun-

Sabtu, 21 Januari 2017

Bahasa Rumah Tangga

Hai kembali lagi dengan segelintir problema Ibu Rumah Tangga yang masih newbie.
Sebelumnya saya kira bahasa via text itu sudah yang paling kompleks karena masing masing individu bebas mengintepretasikan dari segala hal yang mereka baca.
Ternyata kali ini saya sedang di berikan satu mata kuliah baru dari Sang Maha Besar, di minta untuk belajar Bahasa Rumah Tangga.
Ya, saya kira seharusnya tidak se rumit memahami bahasa bayi yang mungkin hanya terdengar menangis sedangkan faktanya tangisan tersebut bisa di terjemahkan ke beberapa arti seperti menangis karena lapar, menangis karena mengantuk dan lain sebagainya.
Bahasa Rumah Tangga pada umumnya sudah melibatkan sepasang suami istri yang secara verbal dan perbendaharaan kata sudah cukup memadai untuk menyampaikan informasi kepada lawan bicara, lantas di bagian mana rumitnya?
Sebenarnya tidak rumit hanya formula pemilihan kata dan intonasinya yang sulit di bentuk.
Contoh nyata di Rumah Tangga :
1. Istri : "Tolong letakkan ke tempatnya ya, sayang"
    Suami : "Baik, nanti akan saya letakkan ke tempatnya"
    Hasil : Barang tidak bergeming dari tempatnya.
2. Istri : "Heran! Kenapa sih ga bisa meletakkan barang di tempatnya!"
    Suami : Sambil memindahkan barang ke tempatnya, "Memangnya ga bisa ya pakai bahasa yang lebih halus, seperti minta tolong"
    Hasil : Barang kembali ke tempat yang seharusnya, tetapi masing masing merasa sakit hati.
3. Istri hanya mendiamkan sampai suami ber inisitaif memindahkan barang ke tempatnya. Yang ini jelas hanya lelucon, sudah di coba beratus ratus kali dengan hasil yang nihil. Kenapa Istri sering mencoba yang ini? Karena :A. Tidak menjadi kesal karena harus bermanis manis tetapi hasilnya nihil; B. Tidak perlu merasakan saling sakit hati.
  Hasil : Pekerjaan Istri tidak pernah ada habisnya karena sekedar membuang tissue saja tidak di lakukan suami.

Bagaimana jika di kombinasikan dari Point 1 dengan Point Lainnya? Akan mendapatkan hasil yang sama dengan yang sudah di jabarkan. Lalu harus bagaimana? Dan menggunakan bahasa apa? Bagaimana jika harus mengiba? Ok, saya beri contoh bahasa mengiba.
Istri : "Badannya Sakit, Kepala pusing tapi harus membereskan rumah"
Suami : "Sudah istirahat saja, nanti saya yang kerjakan"
Hasil : Sudah ada kata kuncinya. "NANTI" silahkan di  cocokkan dengan contoh kasus yang sudah saya sampaikan sebelumnya di mana kata kunci itu muncul. Kurang Lebih itulah hasilnya.

Pasti ada lagi yang berpendapat, Bagaimana jika coba di ajak kerja sama, seperti merapihkan rumah sama sama, mungkin bisa sekaligus mempererat tali kasih. Sejauh ini memang cara ini sudah paling ampuh walau Suami selalu banyak selingan di mulai dari harus mendengarkan lagu, di mulai dengan proses memilih lagu, dan kadang di tengah pekerjaan jika lagu kurang di sukai maka Suami akan kembali menghabiskan waktu memilih lagu, terkadang pun di selingi dengan bermain handphone sambil rebahan, ngadem dan akhirnya ngantuk.

Tapi Point yang mau saya sampaikan bukan itu, saya hanya bertanya tanya, ini mengenai kehamilan dan kelahiran dan kebutuhan memiliki partner yang memadai, saat ini sudah jalan 7 bulan kehamilan, untungnya sesuai berbagai macam artikel dan hasil konsultasi dengan spog, melakukan pekerjaan rumah tangga adalah olahraga yang baik untuk Ibu hamil trimester akhir, hanya saja saya merasakan kinerja tidak semaksimal saat tidak hamil apalagi setelah kejadian kehilangan keseimbangan yang akhirnya membuat kaki keseleo, berkurang lagi kegesitan saya dan semua pekerjaan terus menumpuk tanpa bantuan dari Partner.
Kekhawatiran selanjutnya adalah saat kelahiran, pemulihan dan beberapa bulan awal yang akan membutuhkan perhatian extra hanya untuk si jabang bayi. Siapa yang akan membereskan rumah? Membayangkannya saja sudah ingin membuat saya menangis. Apakah terdengar berlebihan? Untuk para wanita yang well manage dan mempunyai kebiasaan meletakkan segala sesuatu harus pada tempatnya pasti paham dengan ketakutan saya ini. Orang orang dengan kebiasaan seperti ini jelas bukan karena tanpa alasan. Sudah terbukti orang orang yang well manage tidak pernah kesulitan untuk menemukan barang dan menghemat waktu dan tenaga untuk membereskan rumah. Orang orang seperti ini hanya perlu membersihkan saja tanpa perlu terus menerus merapihkan barang barang. Ini hanya untuk men - simplify hidup kita. Jika kondisi hamil saja sudah cukup membuat saya kelelahan (terutama lelah hati) untuk terus melakukan hal yang sama, membereskan barang yang sama apalagi nanti jika si bayi sudah lahir?

Untuk usia pernikahan yang masih belum genap setahun mungkin memang masih banyak yang harus di pelajari, tetapi kebanyakan hasil sharing dengan para Ibu Rumah Tangga yang lebih expert di bidang komunikasi dengan suaminya, rata rata hanya mendapat satu konklusi "Ya Mau Gimana Lagi, Diemin Aja, Banyak banyak sabar"

Hell no, saya tidak mau berakhir seperti itu, Rumah Tangga itu harus di jalankan oleh dua orang, dengan kesepakatan, konsekuensi, dan konsistensi. Suami pasti setuju dengan pemikiran ini, tapi implementasinya masih di pertanyakan. Bagaimana mau punya kelurga kece kalau hanya seperti ini?
NATO atau No Action Talk Only.

-Yudith P. Munarno, 27 Tahun-

Kamis, 12 Januari 2017

Common Generation

Sedang menjadi common issue mengenai generasi Milenial yang kebanyakan memiliki kepribadian yang cukup unik dan tidak mau di samakan dengan common generation yang sebagian besar masih merupakan generasi 90-an. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa generasi 90-an pun ingin menjadi bagian dari generasi Milenial.

Setelah mengamati beberapa saat dengan sampel pengamatan dari angkatan 90-an dan milenium serta golongan yang merasa normal dan unik, maka bisa di simpulkan beberapa kekurangan dan kelebihan diri saya sendiri sebagai makhluk yang tidak mencolok dan tidak mencoba untuk menjadi salah satunya yang mencoba bertahan hidup di tengah masa di mana semua orang ingin menjadi berbeda.

Pertama, saya akan menjelaskan mengapa saya membuat pengamatan seperti ini, pastinya karena saya hidup di tengah tengah kehidupan sosial yang merasa dirinya berbeda namun karena banyaknya yg mencoba menjadi berbeda, justru saya yang menjalani hidup normal versi orang tua jaman dulu lah yang seakan menjadi salah satu pemerannya. Maksudnya? Wanita yang menjalani kehidupan "Normal" seperti saya semakin sedikit, di antara sekian puluh teman wanita saya mungkin terhitung jari berapa banyak yang masih menjalani hidup "Normal" seperti saya.

Kedua, para penganut paham "Being Unique is a brand new Normal" sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka memiliki andil bagi para penganut hidup normal untuk memiliki motto "Being Normal seems Unique these days"

Ketiga, we'll start the advantage and disadvantage being me as a Normal Person (they (red. The Uniques) said).

Minus :
1. Bahasa Inggris sungguh merupakan kesulitan bagi saya dan tidak menjadi bahasa utama dalam kehidupan sehari2 kecuali: Bahasa Inggris Bisnis, Writing and Reading.
2. Memiliki kreatifitas yang terbatas, tidak bisa menggambar, mewarnai or do Tumblr thingy.
3. Tidak memiliki kemampuan untuk bernyanyi dengan proper, dancing profesionally, apalagi bermain alat musik.
4. Didn't Post something edgy and catchy on socmed.
5. Tidak mendengarkan lagu lagu yang anti-mainstream
6. Tidak tertarik untuk membuat makanan makanan yang good looking, kekinian dan keliatan bagus untuk di posting.
7. Tidak bisa mendekor kamar ala Tumblr atau menggambarkan ketertarikan akan sesuatu.
8. Tidak memiliki baju yang serba match atau menganut paham fashion tertentu.
9. Tidak bisa menggunakan make up ala ala tutorial, membaca garis wajah saja tidak bisa.
10. Tidak mengikuti info segala macam upcoming event atau apapun yang sedang happening di dunia barat sana.
11. Tidak hang out di tempat2 paling kece se Ibu Kota biar di bilang keren
12. Tidak tertarik posting how much i spent for something
13. Tidak punya barang barang lucu, imut, unik, keren, dll.

Plus :
1. Saya lebih tertarik mempelajari Bahasa Indonesia yang di alam bawah sadar kita, kita memahami bahwa hal ini memiliki kerumitan tersendiri.
2. Saya lebih tertarik menulis, karena bisa sinkronisasi antara tangan dan pikiran, bisa menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan atau sekedar jadi bahan tertawaan.
3. Mengapa bisa menyanyi, berdansa dan bermain alat musik jadi terdengar penting for the sake you can record and post it on social media. I prefer entertaint people. Bernyanyi untuk menghibur, sounds cheap, uh? Tapi saya tidak merasa begitu. Pengalaman membuktikan. Saya bernyanyi dan berjoget saat karaoke, semua ikut bernyanyi dan berjoget karena mereka menikmati,  dan poinnya adalah mereka tidak "Menilai" saya. Mereka benar benar hanya menikmati.
4. Saya hanya bisa memposting sesuatu yang berarti untuk saya, sekali lagi, tanpa memperhatikan ini berarti atau tidak untuk orang lain. (Jadi, jika kamu menjadi bagian dari apa yg saya posting, simply it means you are mean something to me, sounds good, aight?)
5. Well, it's funny actually. Saat semua orang memutuskan untuk mendengarkan lagu yang anti-mainstream maka ada 2 arti, PERTAMA, saat ada orang lain mengapresiasi apa yg km dengarkan, itu artinya mereka tahu lagu apa yang km dengarkan, which is itu berarti ga lagi anti-mainstream. KEDUA, saat kamu benar benar mendengarkan lagu yang anti-mainstream sehingga tidak ada orang yang tahu apa yang sedang km dengarkan, jadi untuk apa semua orang harus tahu bahwa km itu pendengar lagu anti-mainstream, ini pun bisa memiliki 2 respon, untuk orang2 yang  merasa anti-mainstream, mereka akan mencari tahu lagu apa yang km dengarkan, dan dengan semakin banyaknya orang jenis ini makan resultnya akan kembali ke Point PERTAMA bahwa lagu itu akhirnya akan menjadi mainstream. Respon kedua adalah respon saya si orang normal, saya tidak tertartik untuk memberikan respon apalagi mencari tahu. Saya hanya akan mendengarkan apa yang saya suka dan mencari tahu apa yang saya mau, not based on what people's listening. Dengan adanya kausalitas seperti ini maka para penganut anti-mainstream pun tidak akan tahu lagu apa yang sedang saya dengarkan dan akhirnya jadi terkesan anti-mainstream juga nantinya dan membuat si normal menjadi salah satu dari mereka.
6. Saya bisa masak apapun dengan rasa yang proper, walaupun resep masih harus mencari via internet, penampilan nomer 2, no 1 itu rasa dan no 3 seberapa kamu bisa menginspirasi orang lain dengan menu yang km masak.
7. Bisa membereskan dan membersihkan rumah seperti layaknya Asisten Rumah Tangga dan bisa mempertanggung jawabkan letak barang barang
8. Bisa Mencuci baju dengan bersih dan menggunakan tekhnik, menjemur dengan tekhnik (ya menjemur itu tidak sembarangan, karena jika tidak tersusun dengan benar maka akan menghabiskan tempat dan kering tidak merata) dan menyetrika baju dengan rapi serta menyusunnya dengan kategori di dalam lemari, bisa mengambil baju di lemari tanpa membuat berantakan (kenapa terdengar penting? ini hanya untuk yang paham dengan konsep kerapihan dan well managed aja)
9. At least people won't get confused when seeing me in a real life vs social media karena bentukannya sama aja, dan saya sangat suka sensasi make up yang hanya sesekali jika ada occasional tertentu saat orang2 memberikan respon either memuji atau menghina, at least they sounds real.
10. Mengikuti segala macam pemberitaan kenaikan harga sembako dalam negri dan issue2 seputar ekonomi (bukan politik, politik terlalu kotor untuk diikuti dan di berikan pendapat).
11. Well, i've been there, masa2 nongkrong di tempat2 keren itu sudah berlalu di jamannya social media tidak menjadi media pamer seperti saat ini, karena tidak semua yg saya jalani harus di ketahui orang orang (red. klo ketauan nongkrong di mana aja, wah, bisa di nilai macem macem saya sama orang orang, padahal mereka gatau saya aslinya gimana) dan entah mungkin karena itu klo skrg liat orang2 dengan bangganya posting di lounge, bar, restoran bintang 4 atau restoran di hotel bintang 5 sekalipun tidak membuat saya tertarik, poor them, they spent much money while i got all free before.
12. Sebagai pengalaman pribadi liat orang2 yang dikit2 posting beli ini itu dan menyebutkan nominalnya jadi ada beberapa pertanyaan, mereka punya tabungan brp? itu duitnya dari mana? faedahnya buat orang lain apa? apakah kebagian rejekinya juga? wah klo kebagian sih gpp. Sebut saja saya sirik, saya juga pernah di posisi itu, hanya karena sering posting jalan jalan dengan cost yang lumayan sampai ada yang komentar "kesana bisa, kok umroh ga bisa?" duh, beda mbak mas, lagian situ umroh juga di posting2 emang ga takut ilang pahalanya? dan juga setiap jalan jalan semuanya murni hasil keringet dan tabungan sendiri, yang mereka gatau klo abis jalan jalan saya cuma makan tahu tempe aja, demi nabung untuk jalan lagi, bukan untuk tujuan pamer, hanya ingin lihat dengan mata kepala sendiri keindahan yang suka di omongin orang orang dan akhirnya membagi dan merekomendasikan untuk teman teman yang belum kesana. Kalo kata si suami, duit saya itu duit ghoib, di awal bulan selalu bilang duit cuma cukup buat seminggu, tapi sampe akhir bulan masih bisa makan, isi bensin di tambah nongkrong hampir tiap malem. That's the power of Financial Management and that's more important than showing people how much you spent instead of how much you keep.
13. Sebenernya dulu punya barang barang aneh bin ajaib pas masih jaman kerja dan punya penghasilan sendiri, dan itu (sekali lagi) ga selalu untuk di posting, semua jajanan lucu itu saya nggap reward untuk diri saya sendiri, semacam trophy.

Sepertinya sementara cukup sekian, hal di atas bisa di anggap sebagai pembelaan saya yang tidak bisa mengikuti jaman atau bisa juga di anggap sebagai pengakuan betapa ketinggalan jamannya saya, tetapi bisa juga di jadikan dasar bahwa people with normal life is getting rare nowadays.

And for Closing, i would like to say "See you next 10-20 years ahead Unique People" (IYKWIM)

See you in a real life, mate!

-Yudith P. Munarno, 27 Tahun-