Finally setelah serangan panic attack pertama di tahun 2018 saat hamil Angkasa sampe di diagnose pre eklampsia di IGD RSWN Semarang, di lanjut dengan panic attack ke 2 dan ke 3 di Bali dan ternyata tidak ada apa2, tapi ga ada satupun yang menyarankan buat ketemu psikolog atau psikiater, even ga ada yg bilang bahwa ini cuma panic attack.
Hidup setelahnya menjadi lebih indah sampai ketika Angkasa GTM saat mpasi, suami pergi recording ke Jogja dan gw ketitipan nyokap di sekotak kamar kos sambil ngurus 2 under 2 saat itu. Hal pertama yg bisa gw lakuin ketika itu cuma ngamuk, marah dan siram kepala di kamar mandi dengan baju yang masih terpakai, tidak peduli suami berkali kali ketok pintu kamar mandi, rasanya siraman air waktu itu bisa menenangkan hati.
Hidup semakin berat ketika menerima kabar berpulangnya sahabat ketika ppkm, untuk pertama kalinya panic attack kembali muncul sampai muntah2 sulit di kontrol, saat itu baru pindah ke Tangerang dan menetap di 1 apartemen yang sangat sempit dengan langit2 rendah dan tidak ada kendaraan yang bisa di pakai untuk bepergian, rasanya seperti terpenjara, hiburan waktu itu cuma jalan2 sore dengan 1 anak di stroller dan 1 anak di gandeng, hanya seputaran untuk sedikit menjernihkan pikiran.
Di lanjut setelah pindah kerumah kontrakan yang lebih layak, dengan 2 kamar dan ternyata kondisi hamil, tapi semua terasa berat karena suami sedang menjauh dan tidak lama ada kabar kaka ipar berpulang, semua sangat berat di era delta, mulai sering asam lambung naik, mual2 tapi biasanya reda ketika anak gadis bantu pijat ringan di punggung.
Rumah akhirnya selesai renovasi, kami pindah kerumah tsb, tp kamu berubah, ternyata sedang kembali ke orang lama, aku sendiri mengurus anak2 dalam kondisi hamil besar, sampai ada waktu aku enggan makan dan berharap terjadi sesuatu dengan aku dan kandunganku, tapi Alhamdulillah Samudera ternyata anak yg kuat luar biasa, semua begitu di mudahkan.
Setelah fase newborn akhirnya kami kembali pindah ke Semarang, aku berharap ini bisa menjadi sesuatu yang baru, tahun 2022 kami pindah kembali.Entah apa yang ku alami selama ini, begitu banyak meninggalkan luka di tubuh ini. Aku yang besar dengan banyak trauma, masih mampu berdiri. Tapi 2025 sangat berbeda, aku sudah terlalu lama diam, terlalu banyak menerima dan banyak kehilangan. Aku lelah, kepalaku lelah, tubuhku lelah. Dan inilah aku sekarang dengan diagnosa tegak psikosomatis dan meminum obat yang hanya sekedar membuat ngantuk dan memaksaku tidur di malam hari walau rasa gelisah tak bisa di hindari.
Aku sulit hadir disini kini, sulit membersamai anak, sulit mencerna obrolan dengan orang lain. Aku yang masih harus melakukan banyak peran dengan banyak ekspektasi. Mau bodo amat sudah tidak bisa, aku terlalu peduli dengan pendapat orang lain.
Tahun depan katanya kami akan kemBali. Hidupku memiliki sedikit cahaya harapan lagi yang bisa kunantikan dan sedikit melegakan.
Bukan kehidupan begini yang dulu kita janjikan. Kenapa kita harus hancur lebur dahulu agar bisa terbentuk jadi pribadi yang lebih baik lagi?
Kenapa kita harus di tarik dahulu jauh ke belakang seperti anak panah hanya agar bisa melesat ke depan?
Aku hilang arah.
-Yudith P. Munarno, 35th-
(03/06/2025)