Selasa, 13 Februari 2018

Bunda

Masih inget jelas sejak kapan ada sebutan Bunda. Kurang lebih sekitar tahun 2009 panggilan itu mulai ada. Kok bisa? pernah denger abege pacaran ga? Geuleuh? Jelas! 😂 Mungkin jaman pacaran sebelum era 2009 itu masih terlalu jauh untuk di bawa ke jenjang serius sampai akhirnya masuk ke masa kuliah. Waktu itu punya pacar udh kerja, mungkin prospek dia ke depan ya menikah. Tapi agak gile juga klo modelannya di ajak nikah siri jaman masih kuliah. Untung ga gelap mata maen iya2 aja, jaman itu pasti saya belum paham kekurangan dari nikah siri tuh apa aja. Klo ketemu, suka ngabisin waktu buat berandai klo nanti nikah gimana ya? acaranya kaya gimana? cateringnya gimana? dan segala macem peperintilan lainnya. Sampai akhirnya berandai andai klo punya anak nnti gimana, mau di kasih nama apa, kita mau di panggil apa. Baru saat itulah tercetus "Bunda". Waktu itu denger panggilan itu rasanya deg2 serr. Karena yg nyebut gitu si pacar kali ya. Makin kesini pembahasan tentang itu pun mulai kabur dan ternyata kami memang ga berjodoh dan semua berakhir di 2012.

Akhirnya 2013 saya kembali kesandung yang namanya cinta, abis kesandung cinta? ya jatuh juga akhirnya. Saya pikir jaman dulu itu cinta udh cukup berat buat saya. Ternyata ada cobaan yang lebih dahsyat yang ga cukup di jabarkan hanya dengan 1 judul. Singkat cerita saat itu kami memutuskan untuk adopt anak kucing dari salah satu sahabatnya. Dia kami rawat seperti anak sendiri. Sehingga kami menyebut diri kami ayah dan bunda. "Bunda" kali ini rasanya biasa saja, ga ada deg deg serr nya. Hingga akhirnya siapa yang sangka orang inilah yang akhirnya berjodoh dengan saya dan benar2 menjadikan saya seorang "Bunda".

Nyatanya menjadi Bunda itu bukan hal yang mudah. Lelah badan, lelah hati dan lelah pikiran hanya bisa di rasa sendiri. Mau mengeluh pun, apa iya mereka bisa ngerasain? 

Sungguh saya ga heran kenapa jadi seorang bunda di usia produktif itu nampak seperti seorang wonder women dan saat sudah tidak lagi produktif seakan kami ini rapuh sekali. Anak menjadi kekuatan kami, selelah apapun kami, selemah apapun hati ini, segoyah apapun iman ini, selalu anak yang menguatkan.

Pernah liat yang namanya supermom? sebelumnya mana kebayang ngurus banyak anak dan masih kecil pula dan SENDIRIAN! Saya yang baru punya 1 anak saja kadang menyerah untuk melanjutkan rencana punya 5 anak dengan suami. Lah 1 aja ga di bantu apalagi 5, begitu pikir saya. 

Saya pun kadang berfikir, apa memang saya yang terlalu lemah dan gamau repot ya? masa ngurus anak 1 aja udh nyerah untuk nambah, tapi di sisi lain banyak pertimbangan, selain fisik, sungguh tingkat emosional pun teruji. Pengujinya ga cuma anaknya, bapaknya pun kadang ga absen ikut jadi penguji.

Dan pernah ga kepikir, ih dulu ibu saya supermom loh, kok skrg di ajak kemana mana susah ya? HEY! tenaga ibu kalian sudah habis saat mengurus kalian dari pertama kalian bernafas dengan paru paru kalian sendiri sampai akhirnya kalian merasa bisa mengurus diri sendiri dan pergi dari rumah. Semua lelah itu tidak pernah terasa selama kalian masih membutuhkan pelukan hangatnya. Tapi saat kalian mulai mandiri dan merasa tidak butuh ibu lagi, itu sudah seperti kryptonite bagi mereka, seakan kekuatan mereka tercabut dan tibalah saatnya mereka berisitirahat.

Menjadi ibu yang hebat itu tidak mudah. Mungkin itu juga kenapa menjadi ibu adalah pahala yang besar, dan tahukah apa yg lebih besar dan lebih sulit daripada menjadi seorang ibu? Adalah menjadi seorang ibu yang ikhlas menjalani kodratnya dan tanpa mengeluh.

Bismillah.
Ibu. Ibu. Ibu. Ayah

Yudith P. Munarno, 28 th